Selama tinggal di Jember saya menemukan sesuatu yang unik dari kota ini. Kota yang sedang mencari jati dirinya. Dibanding dengan kota-kota disekitarnya hanya Jemberlah yang tidak memiliki sejarah yang kuat, baik itu tentang sejarah berdirinya ataupun tentang kebudayaan khas jember. Banyak kalangan memperdebatkan hal ini. Biarlah mereka berdebat dengan versinya masing-masing. Saya lebih memilih berada diluar perdebatan itu. Tapi bukan berarti saya tidak mau mendiskusikan hal tersebut, tapi saya hanya ingin bebas untuk mengemukakan pendapat saya tentang kota ini. Dan saya ingin menceritakan sejarah kota Jember dari sisi seorang tokoh yang bernama George Birnie.
Satu hal yang ingin saya sampaikan adalah semoga tulisan saya ini bermanfaat bagi kita semua dan perkembangan kota Jember kedepan.
hormat saya,
Ade R. Irawan.
DJEMBER DAN BIRNIE
1.Siapakah George Birnie.
George Birnie. Kita harus membicarakan tokoh tersebut bila kita ingin mengetahui sejarah awal berkembangnya kota Jember. Kalau boleh jujur awal berkembangnya kota Jember tidak lepas dari jasa beliau selama berada di Jember. Tentu saja dengan catatan kita harus mengesampingkan hal yang bersifat rasisme ataupun romantisme sejarah masa kolonialis Belanda.
Saya sangat berterima kasih akhirnya saya mendapatkan photo beliau dan juga informasi penting melalui tulisan-tulisan dari Alfred Birnie . Alfred adalah seorang penulis yang juga cucu dari William Birnei salah satu anak George Birnei yang lahir tahun 1868 di Jember, Jawa Timur. Ayahnya adalah Adolf Sie dia seorang peranakan Indo-Tionghoa.
Menurut tulisan Alfred Birnei, George Birnie berlayar dari Holland menuju Hindia Belanda. George Birnei menikah dengan wanita pribumi bernama Rabina. Menurut bibi beliau Rabina berasal dari Jawa Timur, anak perempuan dari pasangan suami istri Grimin dan Sayeh. Tapi menurut ayahnya Rabina berasal dari Madura. Kemungkinan besar menurut analisa saya Rabina adalah orang Jawa Timur imigran dari Pulau Madura. Masih menurut tulisan Alfred Rabina mungkin tinggal di ujung Pulau Jawa, tentang berasal dari kota mana masih belum jelas. Menikahi wanita pribumi seperti Rabina adalah hal yang tidak biasa dilakukan pada masa itu. Rabina mengaruniai suaminya itu dengan delapan orang anak. Untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran, anak-anak itu dikirim ke Belanda dan kemudian Rabina juga di-boyong George ke Belanda. Di sana George memimpin perusahaan Birnie perusahaan milik keluarganya.
Birnei kembali ke Jember pada tahun 1850 setelah dia mendapatkan hak erfpacht atau hak guna usaha dan mendirikan NV. Landbouw Matscapay Out Djember (NV LMOD). LMOD mengalami kemajuan luar biasa George Birnei bahkan tercatat sebagai keluarga kaya pada saat itu. George meninggal di Belanda, tidak ada kejelasan dimana Rabina meninggal. Tetapi menurut Alfred dia berharap Rabina kembali ke Hindia Belanda setelah suaminya meninggal. “Aku berharap itu yang terjadi, karena kata orang-orang Indo yang sudah tua, tanah di Hindia Belanda lebih hangat, begitu tulisan Alfred dalam novelnya.
2. LMOD (Landbouw Matscapay Out Djember)
Sejak awal abad XIX pihak pemerintah kolonial menerapkan kebijakan ekonomi the system of onterprice (sistem pembangunan perusahaan atau Industri) sebagai pengganti the cultivation system (sistem pengolahan bahan). Dampak kebijakan politik ekonomi itu menyebabkan banyak berdirinya perusahaan perkebunan. Salah satu daerah yang berkembang sebagai akibat kebijakan itu ialah daerah Bondowoso dan Jember. Kedua daerah ini terletak di bagian pedalaman yang cocok untuk penanaman komoditi ekspor.
Jember sebelumnya bukanlah daerah yang penting bila saja tidak ada hasil perkebunannya pada masa itu. Letaknya berada di daerah pedalaman dan jauh dari jalan Anyer Panarukan yang dibangun tahun 1808 oleh Gebernur Jenderal Herman Willem Daendels.
Pada sekitar tahun 1850 Warga negara Belanda keturunan Skotlandia ini mendirikan De Landbouw Maatscappij Oud Djember (LMOD), sebuah perusahaan perkebunan tembakau pertama di kota Jember. Kontur tanah yang berbukit-bukit (orang Jember menyebutnya gumuk) dan komposisi yang dikandungnya diyakini sangat cocok untuk tanaman tembakau. George Bernie mendapatkan hak erfpacht atau hak guna usaha untuk jangka waktu 75 tahun di daerah Jember di Jenggawah. Ia menggarap areal perkebunan ini untuk usaha perkebunan tembakau jenis BNO (Besuki Na Oogst)
Pada masa itu beliau adalah keluarga kaya karena usahanya tersebut. George Birnie juga menanam kopi, coklat, kelapa dan sebagainya. Daerah pemasarannyapun hingga ke Eropa. Seiring dengan perkembangannya George Birnei mendatangkan pekerja dari Pulau Madura dan juga daerah Blitar dan sekitarnya. Hal inilah yang membuat komposisi masyarakat Jember pada akhirnya terdiri dari dua etnis besar yaitu etnis Madura dan Jawa. Kehadiran Birnie memancing pengusaha lain ikut membuka perkebunan di daerah Jember dan sekitarnya.
3. Pelabuhan Panarukan
(dikutip dari tulisan: Cholifa Jurusan Arkeologi Universitas Udayana)
Seiring makin berkembangnya LMOD dan perusahaan perkebunan lainnya maka diperlukan jalur distribusian hasil perkebunan yang baik. Birnei berinisiatif untuk membangun pelabuhan di Panarukan dan jalur kereta api Jember-Bondowoso-Panarukan. Sebagai Ondemer terkemuka di kawasan Besuki, George Birnie bekerja sama dengan Stoomvaart Matscapien Nederlandsch pada tahun 1897-an mendirikan pelabuhan Panarukan dengan nama Maactschappij Panaroekan, dan jalur kereta api Jember-Bondowoso-Panarukan yang berjarak 98 km dibuka pada tanggal 1 Oktober 1987. Sejak berdirinya perusahaan pelabuhan ini semua hasil perkebunan yang berasal dari Bondowoso, Jember, Banyuwangi, dan Panarukan sendiri ditimbun di gudang-gudang di sekitar pelabuhan kemudian diangkut dari pelabuhan Panarukan ke luar negeri terutama ke Bremen (Jerman) dan Rooterdam (Belanda).
Selain itu di pinggir pantai terdapat bangunan menara atau mercu suar yang berfungsi sebagai sinyal atau tanda pelayaran. Letaknya di tepi pantai kawasan pelabuhan. Mercu suar tua ini hingga sekarang masih ada, dibuat dari kontruksi besi. Adapun mercu suar itu adalah sebagai tanda kedudukan pelabuhan Panarukan. Tinggi menara ini sekitar 50 M dengan lebar 8 M. Untuk menyinari menara tersebut pada jaman dahulu dipergunakan karbit namun sekarang menggunakan lampu listirk. Di sebelah kanan menara terdapat bekas bangunan kolonial yang berupa perkantoran dan menjadi gedung induk Maasctschappij Panaroekan yang terbuat dari batu bata. Menurut seorang informan dahulu bangunan ini sangat megah berlantai tiga, namun pada saat sekarang bangunan itu sudah tidak ada lagi.
Di sebelah kanan dan kiri bangunan induk ini terdapat puluhan gudang tempat penimbunan barang hasil perkebunan sebelum dikirim ke luar negeri. Gudang-gudang ini terbuat dari bahan tembok. Pada bagian bawahnya tidak diberi lantai, namun hanya berlantai bambu. Ukuran gudang-gudang tersebut sangat luas mencapai ratusan meter persegi. Pada masa Belanda dibangun rel kereta api dari stasiun sampai pelabuhan, bahkan di sebelah kanan dermaga dulunya ada rel sampai ujung dermaga. Setelah pelabuhan Panarukan mengalami kemunduran, rel tersebut dicabut, bahkan sampai ke stasiun.
Di Panarukan telah dibangun Jalan Raya Pos (Groote Postweg) pada tahun 1808 oleh Gebernur Jenderal Herman Willem Daendels Jalan Raya Pos yang berawal dari Anyer dan berakhir di Panarukan. Pada awalnya dibuat dengan tujuan untuk memperlancar usaha militer Belanda dalam peperangan menaklukkan daerah Blambangan (Banyuwangi). Pada perkembangan selanjutnya jalan yang memanjang dari arah barat ke timur di pesisir utara sangat bermanfaat bagi kelancaran lalu lintas pos, ekonomi dan transportasi.
Selain keberadaan jaringan jalan, keberadaan jalur kereta api di Panarukan turut memperlancar distribusi barang. Stasiun Kereta Api di Panarukan dibangun oleh Belanda sekitar tahun 1890-an. Bangunan ini pada saat sekarang masih utuh, tetapi pada tahun 2003 sudah tidak difungsikan lagi. Struktur bangunan Stasiun Kereta Api Panarukan terdiri atas tiga bagian pertama adalah tempat administrasi, bagian kedua merupakan ruang tunggu penumpang, sedangkan bagian ketiga merupakan tempat pemberangkatan dan pemberhentian kereta api. Jalur kereta api ini merupakan alat transportasi penting bagi pelabuhan Panarukan untuk mengangkut tembakau dari Jember dan Bondowoso ke pelabuhan di Panarukan.
Pada masa pendudukan Kolonial Belanda, di wilayah Kabupaten Panarukan terdapat 12 buah pabrik gula, yaitu Pabrik Gula (PG) De Maas, Assembagoes, Pandjie, Olean, Boedoean, Soekowidi, Prajekan, Tangarang, Bedadoeng, Semboro dan Goenoeng Sarie. Pada saat ini di wilayah Kabupaten Situbondo hanya terdapat enam pabrik gula, yaitu PG De Maas, Assembagoes, Pandjie, Olean, Boedoean dan Wringin Anom, yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Situbondo. Dari keenam pabrik gula tersebut empat pabrik gula masih terlihat wujudnya dan masih berproduksi hingga saat ini pabrik gula Assembagus, Olean, Pandjie, Wringin Anom, satu pabrik gula masih berdiri tetapi tidak berproduksi lagi adalah PG Demaas dan satu pabrik gula yang lain adalah PG Boedoean sudah tidak tampak lagi keberadaannya. Keseluruhan pabrik-pabrik tersebut merupakan produsen gula terbesar di Jawa Timur.
4. Maesan Bondowoso
Mencari jejak sejarah yang berhubungan dengan George Birnei kemudian saya tujukan ke Maesan. Kecamatan di ujung selatan Kabupaten Bondowoso ini saya menemukan sebuah makam keluarga Birnei. Makam ini terletak di areal persawahan diselatan kantor Polisi Sektor Maesan atau seberang jalan SPBU Maesan. Pada nisan makam tersebut tertulis Djamela Birnei lahir 30 Juni 1845 meninggal 14 April 1908. Makam ini tampak begitu kurang terawat dan hanya dilindungi pohon-pohon kamboja yang membuatnya teduh. Data lain yang dapat saya peroleh adalah menurut cerita penduduk sekitar makam bahwa kantor Polisi disebelah makam itu dulunya adalah rumah keluarga Birnei, namun kebenarannya masih belum dapat saya dipastikan.
Saya kemudian mengirim e-mail kepada Alfred untuk menanyakan siapa sebenarnya Djamilah Birnei :
----- Original Message -----
From: ade rachmad irawan
To: alfred.a.birney@casema.nl
Sent: Monday, April 05, 2010 4:01 PM
Subject: Who is Djemilah Birne?
Dear Alfred,
Can you give me information about this pictures, please (dua gambar dibawah)
Who is Djemilah Birne?
And I have a picture for you (KANTOR PEMDA).
Tanks.....
Ade.
Who is Djemilah Birne?
Balas
Alfred A Birney ke saya
perlihatkan detail 04:39 (10 jam yang lalu)
Dear Ade,
Many thanks, terimah kasih untuk 'photo's!
Bagus!
Saya mau pergi ke Jember when I am in Indonesia.
Okay, Djemilah was a woman from East Java.
Sje married to Gerhard David Birnie.
Gerhard David was a cousin of my stepgrandfather George Birnie.
So.
1. George Birnie (from kota Deventer, Belanda) x Rabina
2. Gerhard David Birnie (from kota Groningen, Belanda x Djemilah
George started in Jember with tobacco and then asked Gerhard David to work for him
After 15 years George and Gerhard David became partner in Djember
The eldest son of George was called David.
David did the work on Ijen Plateau.
Salam,
Alfred
Dari balasan e-mail tersebut diperoleh informasi bahwa Djemilah Birnei adalah istri dari Gerhard David Birnie yang berasal dari kota Groningen Belanda. Gerhard David Birnei adalah saudara sepupu dari George Birnei. David menjadi patner kerja George selama 15 tahun di Jember., kemudian dia bekerja di Ijen Plateau, Bondowoso.
Ada hal lain yang sedikit mengganggu pikiran saya, sempat terlintas di pikiran saya mungkin nama kecamatan ini Maesan berasal dari bahasa jawa yang berarti nisan, dan tidak lain adalah nisan dari makam tersebut. Opsi kedua berasal dari bahasa inggris “my son” yang dalam bahasa Indonesia berarti “anakku”, tapi mengapa bahasa inggris? (tidak mungkin). Tapi, ah sudahlah mungkin saya harus mencari data tentang sejarah terbentuknya Kecamatan Maesan lain kali.
Ada dua versi yang saya temukan seputar sejarah berdirinya kabupaten Jember, yaitu:
(dikutip dari berbagai sumber)
1. Versi Resmi Pemerintah.
1. Versi Resmi Pemerintah.
Penentuan hari jadi Jember berpedoman pada sejarah pemerintahan kolonial Belanda berdasarkan pada staatsblad No. 322 tanggal 9 Januari 1928 yang mulai berlaku 1 Januari 1929 sebagai dasar hukumnya. Dalam Staatsblad 322 tersebut, dijelaskan bahwa Pemerintah Hindia Belanda telah mengeluarkan ketentuan tentang penataan kembali pemerintahan desentralisasi di wilayah Propinsi Jawa Timur dengan menunjuk REGENTSCHAP DJEMBER sebagai masyarakat kesatuan hukum yang berdiri sendiri. Secara resmi ketentuan tersebut diterbitkan oleh sekretaris umum pemerintah Hindia Belanda (De Aglemeene Scretaris) G.R Erdbrink pada tanggal 21 Agustus 1928. Berdasarkan Staatsblad No. 322 tersebut, diperoleh data bahwa Kabupaten Jember menjadi kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri atas 2 hal yaitu :
1. Pertimbangan yuridis konstitusional dengan menunjuk pada Indesche staatsgelling (IS) yaitu suatu undang-undang pokok yang berlaku bagi negara jajahan Hindia Belanda khususnya pasal 112 ayat pertama
2. Pertimbangan politis sosiologis yaitu dengan mendengarkan persidangan antara pemerintahan Hindia Belanda dalam menentukan kebijaksanaanya, memanfaatkan tokoh-tokoh masyarakat setempat. Hal ini dapat dibuktikan bahwa dari 33 anggota persidangan yang diketuai oleh Bupati waktu itu Notohadi Negoro 24 orang anggota diantaranya adalah orang-orang pribumi. Yang unik adalah Pemerintahan Regentschap Djember pada waktu itu dibebani hutang-hutang berikut bunganya sepanjang menyangkut tanggungan Regentschap Djember. Dari sumber-sumber yang ada dapat dipahami bahwa dalam pengertian masyarakat hukum yang berdiri sendiri tersirat adanya hak untuk mengatur rumah tangganya sendiri
Sebutan Regentschap atau kabupaten sebagai wilayah administratif serta sebutan regent atau bupati sebagai kepala wilayah kabupaten diatur dalam dokumen yang ada, demikian juga dengan pemisahan secara tegas antara Djember dengan Bondowoso sebagai bagian dari wilayah yang lebih besar yaitu Besuki. Semua yang dijabarkan dalam staatsblad dinyatakan berlaku mulai tanggal 1 Januari 1929, hal inilah yang memberikan keyakinan kuat bahwa secara hukum Pemerintah Kabupaten Jember dilahirkan pada tanggal 1 Januari 1929 dengan sebutan REGENTSCHAP DJEMBER. Staatsblad No. 322 ditetapkan di Cipanas Oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda dengan Surat Keputusan No X tertanggal 9 Agustus 1928.
Surat Phatonny tanggal 16 Desember 2004, itu sudah diajukan ke Bupati, dan Pemerintah Kabupaten Jember. Tapi, selama ini tidak pernah ada respon dan tanggapan. Padahal, dokumen yang ditemukan itu adalah benar-benar asli, dan mengejutkan.
Ada surat Keputusan tanggal 5 Agustus 1895 No…..atas nama Nama Yang Mulia Sri Paduka Ratu, berisi Surat Gubernur Jenderal Hindia Belanda, kepada RA Astrodikoro.
Raden Astrodikoro, telah diangkat sebagai Patih Afdelling Djember Kabupaten Bondowoso, Karesidenan Besuki. Saat ini, Afdelling Bondowoso, diberi nama di atas. Dan kepada setiap orang yang mempunyai kaitan, diharap dapat menerima dan mengadakan kerja sama yang baik dengan patih yang namanya tersebut di atas.
Dalam bahasa jawa surat tersebut berbunyi:
“Awit ingkat asmo Kanjeng Sri Mohorjo Putri ingkang Agung.
Penget nawolo piyagam iki dhawuh songko Kanjeng Tuwan ingkang Wicaksono, Gubernur Jenderal ing Nederland Hindia, Kagadhuho marang raden Astrodikoro, patih ing afdeling Bondowoso, Kabupaten Bondowoso, Karesidenan Besuki.
Marmane Raden Astrodikoro, kegadhuan nawolo iki dene ing mengko kinulo wisudo : dadi patih ing afdeling Jember, Kabupaten Bondowoso. Karesidenan kang kasebut ing dhuwur mau.
Kang ngikuhandawuhake perentah kaumrahno marang sarupaning wong. Podho anggeepo kang kalayan sapantese marang patih mau ing kalungguhani soho nyartiru.
Dhawuh ing timbalan ing Bogor 26 September 1895.
(diterjemahkan oleh Maria Theresia Elizabeth Medarsih Trimaningprodjo Dosen Pembina Bahasa Belanda Fakultas Hukum dan Sastra Unej.)
Termasuk surat ‘s Gravenhage, 10 September 1903 No 886 b.
Merupakan kegembiraan bagi kami, dapat menyampaikan kepada anda, bahwa Yang Mulia Sri Paduka Ratu berkenan mengangkat anda sebagai Ridder In De Orde Van Oranje Nassau” (Kesatria / perwira dalam keluar oranye Nassau).
Disertai dengan ucapan selamat, bersama ini kami serahkan dengan hormat, tanda penghargaan orde tersebut beserta dokumen - dokumennya yang berkaitan dengan pengangkatan tersebut.
Selanjutnya untuk anda ketahui, sehubungan ART 13 UU tanggal 4 April 1892 (Staatblad No 55) bila ada pengangkatan ke jenjang lebih tinggi atau yang bersangkutan meninggal dunia, maka tanda penghargaan tersebut harus dikirim kembali lewat pos kepada Perwakilan Kerajaan Belanda (Kanselarij) der Nederlandsche Orde).
Letnan Jenderal, Ajudan Jenderal Yang Mulai Sri Paduka Raut, Kanselarij der Nederlandsche Orde, Yang terhormat :Raden Astrodikoro Patih Jember – Besuki.
Tanggapan saya tentang 2 Versi diatas:
Untuk mencari kapan hari jadi atau lahirnya kota/kabupaten Jember ternyata bukan hal yang mudah, perlu penelitian mendalam dan mengesampingkan kepentingan politis ataupun pribadi. Jadi harus murni mencari kebenaran.Bila kita kaji lagi hari jadi kabupaten Jember berdasarkan Versi Pemerintah (1 Januari 1929) mempunyai kekuatan data berupa dokumen yang menyebutkan bahwa wilayah Afdeling Jember yang pada awalnya masuk wilayah Kabupaten Bondowoso Karesidenan Besuki, melepaskan diri menjadi Kabupaten Jember. Jadi apabila yang kita inginkan adalah lahirnya Jember sebagai kabupaten yang memang benar 1 Januari 1929.
Kalau kita mencari pemerintahan pertama Jember, maka kita akan bertemu dengan Versi Patih Astodikoro yaitu 5 Agustus 1895. Meskipun masih dalam bentuk pemerintahan Afdelling Djember Kabupaten Bondowoso Karesidenan Besuki.
Saya jadi ingat dengan kabupaten Lumajang yang ternyata hari jadi Kabupaten Lumajang tidak berdasarkan dokumen dari Pemerintahan Hindia Belanda, Tetapi berdasarkan temuan prasasti/peninggalan jaman kerajaan dulu. Jadi tidak harus berdasarkan sebuah dokumen Belanda saja, tetapi kalau ternyata yang ada seperti itu ya harus kita terima. Pernahkah kita berfikir kapan sebutan kata Jember sebagai suatu wilayah lahir/ada ?. Sulit memang tapi bukan berarti tidak mungkin, mengingat Jember memang miskin sekali akan peninggalan sejarah apalagi budaya.
Tetapi kalau kita mau meneliti ternyata sebelum 5 Agustus 1895 tepatnya 1850 George Birnie sudah menyebut wilayah ini dengan sebutan Jember. Saya pikir tidak ada salahnya bila kita kaji lebih dalam lagi tentang hal tersebut.
Seputar kata "Jember"
1. Ada mitos masyarakat yang sering terdengar bahwa kata JEMBER berasal dari kata JEMBREK (bhs.jawa) yang artinya tanah becek. Tapi setahu saya jember bukanlah wilayah banjir ataupun rawa.
2. Saya juga pernah baca pada sebuah blog yang menyebutkan bahwa kata JEMBER bisa jadi berasal dari kata DJEMILAH BIRNIE yang kemudian masyarakat pada waktu itu menyebutnya Djember, untuk menyebutkan suatu wilayah.
Hal ini saya bantah karena pada nisan Djemilah Birnie tertulis beliau lahir 30 Juni 1845 meninggal 14 April 1908. Sedangkan George Birnie pada tahun 1850 (jauh sebelum Djemilah Birnie meninggal sudah mendirikan perusahaan De Landbouw Maatscappij Oud Djember (LMOD).
Meskipun orientasi beliau adalah murni bisnis bukan untuk membentuk suatu pemerintahan, tidak ada salahnya kita mengadakan penelitian tentang hal tersebut, sebagai bagian dari sejarah kota Jember. George Birnie bagi saya adalah tokoh yang sering kita lewatkan apabila kita berbicara tentang sejarah Jember. Suka atau tidak suka Djember sebagai suatu wilayah terbentuk karena adanya bisnis beliau dengan berdirinya LMDO. Apa karena beliau bule, kemudian kita abaikan. Atau karena beliau seorang Belanda yang selalu dikonotasikan penjajah yang jahat. Tapi itulah sejarah kadang sering ditarik untuk kepentingan politis atau masih berdasarkan suka/tidak suka terhadap sesuatu.
Menggali suatu sejarah ternyata membutuhkan kejujuran agar diperoleh sejarah yang benar, untuk kita dapat belajar darinya……